Sementara Pak Badrun sibuk mengatur nafasnya sembari beristirahat sepasang mata sedang mengawasinya.
Datang seorang setengah bayah, mungkin seusia Pak Badrun, menghampiri Pak Badrun yang sedang beristirahat:
” Pak, maaf ya…bapak tidak bisa bweristirahat sementara di sudut ruangan sana masih banyak debu ” ucapnya setengah berteriak.
Pak Badrun serta merta berdiri dan mendengarkan omelan si Bapak paruh bayah itu.
” Maaf, pak kami tadi cuma istirahat sebentar karena haus ” papar Pak Badrun lirih.
” Iya, tapi bapak selesaikan dulu…saya gak mau tahu! Pokoknya jam 5 sore ini semua harus bersih ” gertak lelaki paruh bayah itu sambil berlalu. Sepasang mata mengawasi peristiwa itu namun segera berlalu karena lelaki paruh payah menggandengnya masuk ke dalam mobil.
Pak Badrun mengisyaratkan sahabatnya untuk segera memulai bekerja kembali.
Esuknya Pak Badrun terbaring lemah di atas kasur lusuh, dengan selimut bulu yang sudah usang menutupi tubuh besarnya yang sudah mulai melemah karena terlalu banyak dipekerjakan dengan keras. Pekerjaan kemarin rupanya telah membuat Pak Badrun sakit.
Tidak ada yang memilih menjadi miskin, tetapi menjadi miskin bukan pula sebuah dosa. Beruntunglah bagi mereka yang mendapatkan kesempatan untuk. memperbaiki nasib mereka. Ya, setiap orang memang memiliki kesempatan yang sama, namun bukanlah salah seseorang jika tidak dapat mengambil kesempatan itu. Menjadi miskin, menjadi kuli, menjadi bawahan juga bukan salah Pak Badrun tapi selayaknya semua orang memperlakukan dia tanpa membedakan status.
Seorang gadis cantik mendekati ranjang di mana Pak Badrun ryaterbaring, dia meneteskan air mata, dia merasakan sakit yang dirasakan sakitnya Pak Badrun.
“Pak, maafkan Papa saya ya….Bapak cepat sembuh” isaknya. Pak Badrun menepuk-nepuk punggung tangan si gadis cantik sambil tersenyum simpul.
” Gak papa mbak… Saya tahu, saya ini cuma kuli kalau salah memang harus dimarahi ” tuturnya lirih yang mengisyaratkan kepasrahan. Air mata gadis cantik itu masih terus menetes, dia tidak mampu melunakkan hati Papanya namun dengan caranya sendiri dia ingin menceritakan kepada Pak Badrun bahwasannya di balik kekerasan Papanya masih ada dia yang menawarkan kelembutan kasih yang tulus.
Hidup seperti pelangi, penuh warna dan akan bisa dilihat setelah hujan.
Tolong “share” ke teman-teman yang lain agar mereka juga dapat memetik hikmah yang ada pada kisah di atas. Semoga dapat bermanfaat bagi kehidupan kita, terimakasih.
sumber : fiksi.kompasiana.com
0 Response to "Kisah Sedih Tukang Kuli"
Posting Komentar