Suatu ketika, ada sepasang pengembara yang sedang melakukan perjalanan dengan melintasi padang pasir yang luas. Sepanjang mata memandang, hanya tampak garis pasir yang terbentang. Dan tapak-tapak kaki yang ada di belakang mereka, membentuk jejak-jejak yang tak putus. Susunannya meliuk-liuk, tampak seperti garis kurva yang berujung di setiap langkah yang mereka lalui. Sesekali debu pasir menerpa tubuh, dan membuat mereka berjalan merunduk agar terhindar dari angin yang membawa debu itu.
Tiba-tiba ada badai besar yang datang, hembusannya sangat kuat. Membuat tubuh mereka bergoyang, merekapun saling berpegangan, agar dapat bertahan dari badai itu. Namun ada musibah lainnya yang menimpa mereka. Yaitu bekal minuman mereka terbawa oleh badai, dan di dalam fikiran para pengembara tadi, mereka akan mati kehausan di tengah padang pasir yang luas.
Akhirnya, keduanyapun duduk termenung, menyesalkan hilangnya bekal mereka. Lalu seorang dari mereka, tampak menulis sesuatu di atas pasir dengan ujung jarinya. Goresan yang ditulisnya adalah, “Kami sedih, kami telah kehilangan bekal minuman kami di tempat ini”.
Melihat tulisan itu, pengembara satunya lagi tampak bingung, namun tetap membereskan perlengkapannya. Tak lama kemudian, setelah badai benar-benar pergi, keduanya pun melanjutkan perjalanan.
Setelah lama menyusuri padang pasir, mereka melihat sebuah oasis dari kejauhan.”Wah kita selamat kawan! Lihat, ada air disana! Mudah-mudahan ini bukan fatamorgana”, seru seorang pengembara. Setelah berlari menuju ke arah air itu, ternyata memang ada sebuah kolam kecil dengan air yang cukup banyak. Keduanyapun segera minum sepuas-puasnya dan mengambil sisanya untuk bekal perjalanan.
Sambil beristirahat, seorang dari pengembara itu mulai menulis sesuatu. Pisau yang digenggamnya digunakan untuk memahat di atas sebuah batu, yang bertuliskan, “Kami sangat bahagia saat ini, kami dapat melanjutkan perjalanan, karena menemukan tempat ini”.
Merasa bingung dengan tingkah sahabatnya itu, salah satu dari seorang pengembara itupun bertanya kepada temannya, “Hei, mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi engkau hanya menulis di atas pasir saat kita kehilangan bekal minuman?!”.
Mendengar pertanyaan sahabatnya, sang pengembarapun menjawab,
“Teman, saat kita mendapatkan kesusahan, tulislah semuanya itu di atas pasir. Biarkan angin keikhlasan akan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu akan hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya hilang, lenyap, dan pupus. Namun ingatlah, saat kita mendapatkan kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu di atas batu. Agar tetap terkenang, dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dalam kerasnya batu, agar tidak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada, biarkan semuanya tersimpan”.
Akhirnya, kedua pengembara itupun tersenyum. Bekal minuman mereka telah cukup, dan merekapun kembali meneruskan perjalanan mereka.
0 Response to "Catatan perjalanan kehidupan"
Posting Komentar